Senin, 04 Juni 2018

PERISHABEL FOOD
Makanan yang mudah basi adalah mereka cenderung merusak, membusuk atau menjadi tidak aman untuk dikonsumsi jika tidak disimpan dalam lemari es pada 40 ° F (4,4 ° C) atau di bawah atau beku pada 0 ° F (-17,8 ° C) atau di bawah. Contoh makanan yang harus disimpan dalam lemari es untuk keselamatan termasuk daging, unggas, ikan, produk susu, dan semua sisa dimasak. Pendinginan memperlambat pertumbuhan bakteri dan pembekuan berhenti itu. Ada dua keluarga yang sama sekali berbeda dari bakteri yang dapat pada makanan: bakteri patogen, jenis yang menyebabkan penyakit bawaan makanan, dan bakteri pembusukan, jenis bakteri yang menyebabkan makanan memburuk dan mengembangkan bau yang tidak menyenangkan, rasa, dan tekstur.
Makanan yang mudah basi adalah makanan seperti daging segar, seafood, dan buah-buahan matang. Sementara tidak tahan lama adalah barang yang tidak merusak atau busuk .... misalnya; makanan kaleng, jenis pasta semua, gula, tepung, ikal (dan chip jika udara-disegel), rempah-rempah tidak tahan lama non juga.
Makanan yang mudah basi adalah APAPUN makanan yang akan memanjakan, membusuk, pergi buruk sangat cepat, seperti dalam beberapa jam. Sebagian besar makanan yang mudah rusak (mati cepat) bahkan tidak akan bertahan beberapa jam tanpa pendinginan atau pembekuan. Susu, keju cottage, krim asam, es krim, daging, daging babi, ayam, cukup banyak makanan yang mudah rusak adalah apa pun yang Anda biasanya akan tetap dalam lemari es atau freezer selama beberapa hari, jika tidak, jika Anda meninggalkannya keluar, itu akan pergi buruk. Non-tahan lama adalah makanan kering dan kaleng, kadang-kadang sayuran.
Penanganan produk pasca pengolahan sangat penting karena berkaitan dengan perubahan kualitas produk dan masa simpan. Meskipun produk telah diolah sedemikian rupa pada beberapa tahapan yang keseluruhannya bertujuan meningkatkan stabilitas, sehingga kemungkinan masih bisa terjadi perubahan kualitas.  Perubahan-perubahan tersebut umumnya mengarah ke kerusakan, dapat memperpendek masa simpan serta meningkatkan resiko keamanan bagi konsumen.  Pangan hewani yang terdiri atas produk hasil peternakan dan perikanan berupa daging, susu dan telur serta produk olahannya  merupakan produk yang sangat mudah rusak (perishable).  Kerusakan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :
  1. Kerusakan yang sangat ditentukan oleh sifat alamiah dari produk seperti perubahan fisik dan perubahan oleh pengaruh mikrobiologi, kimia  dan biokimia.
  2. Kerusakan yang tergantung pada kondisi lingkungan seperti kerusakan mekanis (benturan, gesekan dan lainnya), perubahan kadar air, absorbsi dan interaksi dengan oksigen dan kehilangan atau perubahan cita rasa.  Kerusakan seperti ini umumnya dapat dicegah dengan perlindungan menggunakan kemasan.
Resiko kerusakan pangan akibat faktor yang bersifat alamiah seperti kimia dan biokimia dapat dicegah dengan pengawetan dan pengolahan.  Pendinginan dan pembekuan sebagai cara pengawetan pangan dapat menurunkan atau menghentikan  reaksi biokimia dalam bahan pangan, sehingga perubahan kimia lebih lanjut dapat dikurangi. Dengan cara ini perkembangan mikroorganisme perusak juga dapat dikendalikan (Dwijoseputro, 1994).

Pengertian
       Pangan (food) mempunyai arti yang luas bagi manusia. Makna pangan yang paling hakiki adalah bahwa pangan adalah kebutuhan manusia yang paling mendasar. Pangan adalah nama umum untuk bahan yang dapat dimakan, baik langsung maupun tidak langsung.
Penggolongan Pangan
Menurut asalnya dibedakan menjadi dua, yaitu sumber hewani dan nabati.
  1. Sumber hewani mempunyai sifat khas, tidak mempunyai daya simpan lama kecuali telur, sifatnya lunak, masing-masing jenis punya sifat spesifik, dan umumnya merupakan sumber protein dan lemak.
2. Sumber nabati. Sumber nabati ini dapat dibedakan lagi berdasarkan sifat fisiknya, sifat kimiawi, dan biologisnya.
2.1 Berdasarkan sifat fisiknya sumber nabati dibagi atas 5, yaitu: Lunak: sayuran dan buah, tekstur keras: umbi-umbian, Ulet: tebu dan rebung, Rapuh (sudah kering): gaplek dan keripik, Kenyal/elastis: jenis buah tertentu misalnya anggur
2.2 Berdasarkan sifat kmiawinya
  1. Protein, contohnya biji-bijian dan kacang-kacangan
  2. karbohidrat, contohnya umbi-umbian dan padi-padian
  3. lemak, contohnnya alvokat dan kelapa
  4. mineral, contohnya sayuran dan buah-buahan
  5. vitamin, contohnya sayuran dan buah-buahan
  6. banyak air seperti tomat dan semangka.
  7. berasam, contohnya ubi kayu (asam sianida), kecipir (asam fitat)
2.3 Berdasarkan sifat biologisnya
  1. Klimatrik. Bahan makanan yang berasal dari hasil-hasil pertanian yang menjelang masaknya (tua) aktivitas respirasinya menurun. Contohnya apel, pisang, pepaya.
  2. Non klimatrik. Bahan makanan yang menjelang tua aktivitas respirasinya meningkat. Contohnya anggur.
Menurut stabilitasnya, bahan pangan dibedakan menjadi 3, yaitu:
  1. Perishable (mudah rusak) contohnya daging segar, ikan, sayuran dan buah segar.
  2. Semi perishable (agak mudah rusak), contohnya tepung, kacang-kacangan, buah dan sayuran kering.
  3. Non perishable, contohnya gula, sirup, dendeng.
Menurut fungsi dan kegunaannya
  1. Zat tenaga (serealia dan umbi-umbian)
  2. Zat pembangun (lauk hewani dan nabati seperti tempe dan daging)
  3. Zat pengatur (sayuran dan buah)
Referensi : materi kuliah Analisis Bahan Makanan oleh Dr. Saifuddin Sirajuddin, MS
Report this ad

Perubahan Post Mortem

2.1 KEMATIAN SEL
            Kematian sel(nekrosis sel)  terjadi apabila suatu rangsangan terlalu kuat dan berkepanjangan. Nekrosis sel dapat bersifat luas didalam tubuh sehingga menyebabkan kematian individu.
kematian1
Beberapa ahli mengatakan bahwa mendatarnya EEG(electroencephalogram), yang berarti berhentinya fungsi otak dapat dianggap saat kematian, tanpa menghiraukan fungsi alat tubuh lainnya. Kematian tubuh disebut juga sebagai stomatic death, adalah suatu kematian sel (nekrosis) yang terjadi secara umum. Sebab-sebab kematian sel:
  • Trauma
Terjadi apabila suatu sel tidak lagi dapat beradaptasi dengan baik terhadap rangsangan. Berat ringan trauma akan menentukan apakah sel terseut dapat pulih lagi atau terjadi kematian
  • Hipoksia lama
Hipoksia adalah penurunan konsentrasi oksigen di dalam darah. Oksigen diperlukan oleh mitokondria untuk fosforilasi oksidatif dan pembentukan ATP. Pada saat sel-sel kekurangan ATP, maka mereka tidak dapat lagi mempertahankan fungsinya.
  • Infeksi
Adalah kerusakan yang terjadi secara langsung atau tidak langsung akibat reaksi imun dan peradangan yang muncul sebagai respon terhadap mikroorganisme
  • Akibat kematian sel
Sel-sel yang mati akan mengalami pencairan atau koagulasi kemudian dibuang atau diisolasi dari jaringan yang baik oleh sel-sel imun. Apabila dapat terjadi mitosis dan daerah nekrosisnya tidak terlalu luas, maka sel-sel baru dengan jenis yang sama akan mengisi ke kosongan ruang yang ditinggalkan sel mati. Pada ruang yang kosong tersebut akan timbul jaringan parut apabila pembelahan sel tidak terjadi atau apabila daerah nekrosis terlalu luas.

2.2 PENGERTIAN POST MORTEM
  • Post mortem adalah meninggal/setelah kematian.
  • Perubahan-perubahan yang timbul setelah kematian dinamakan post mortem.

2.3 PERUBAHAN POST MORTEM
Perubahan-perubahan post mortem  ini juga dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor. Diantaranya, suhu sekitar, suhu tubuh pada saat terjadi kematian dan adanya infeksi umum.
1.      Algor Mortis
Adalah perubahan suhu badan, sehingga suhu badan menjadi kurang lebih sama dengan suhu sekitarnya. Algor mortis merupakan salah satu perubahan yang dapat kita temukan pada mayat yang sudah berada pada fase lanjut post mortem. Perubahan ini terjadi karena metabolisme yang terhenti. Terdapat dua hal yang mempengaruhi cepatnya penurunan suhu yakni:
Faktor internal
  • Suhu tubuh saat mati
Sebab kematian, misalnya perdarahan otak dan septikemia, mati dengan suhu tubuh tinggi. Suhu tubuh yang tinggi pada saat mati ini akan mengakibatkan penurunan suhu tubuh menjadi lebih cepat. Sedangkan, pada hypothermia tingkat penurunannya menjadi sebaliknya.
  • Keadaan tubuh mayat
Pada mayat yang tubuhnya kurus, tingkat penurunannya menjadi lebih cepat.
Faktor eksternal
  • Suhu medium
Semakin besar selisih suhu antara medium dengan mayat maka semakin cepat terjadinya penurunan suhu. Hal ini dikarenakan kalor yang ada di tubuh mayat dilepaskan lebih cepat ke medium yang lebih dingin.
  • Keadaan udara di sekitarnya
Pada udara yang lembab, tingkat penurunan suhu menjadi lebih besar. Hal ini disebabkan karena udara yang lembab merupakan konduktor yang baik. Selain itu, Aliran udara juga makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat
  • Jenis medium
Pada medium air, tingkat penurunan suhu menjadi lebih cepat sebab air merupakan konduktor panas yang baik sehingga mampu menyerap banyak panas dari tubuh mayat.
  • Pakaian mayat
Semakin tipis pakaian yang dipakai maka penurunan suhu mayat semakin cepat. Hal ini dikarenakan kontak antara tubuh mayat dengan suhu medium atau lingkungan lebih mudah.

2.      Rigor Mortis
Kaku mayat atau rigor mortis adalah kekakuan yang terjadi pada otot yang kadang-kadang disertai dengan sedikit pemendekan serabut otot. Rigor mortis terjadi karena penipisan ATP pada otot. Hal ini disebabkan karena terjadinya perubahan kimiawi pada protein yang terdapat pada serabut-serabut otot. Menurut Szen-Gyorgyi di dalam pembentukan kaku mayat peranan ATP adalah sangat penting. Seperti diketahui bahwa serabut otot dibentuk oleh dua jenis protein, yaitu aktin dan myosin, dimana kedua jenis protein ini bersama dengan ATP membentuk suatu masa yang lentur dan dapat berkontraksi Bila kadar ATP menurun, maka akan terjadi pada perubahan pada akto- miosin, dimana sifat lentur dan kemampuan untuk berkontraksi berkurang.
Kaku mayat mulai terdapat sekitar 2 jam post mortem dan mencapai puncaknya setelah 10-12 jam pos mortem, keadaan ini akan menetap selama 24 jam dan setelah 24 jam kaku mayat mulai menghilang sesuai dengan urutan terjadinya, yaitu dimulai dari otot-otot wajah, leher, lengan, dada, perut, dan tungkai.
Faktor-Faktor yang mempengaruhi kaku mayat:
  • Kondisi otot
  • Persediaan glikogen
Cepat lambat kaku mayat tergantung persediaan glikogen otot. Pada kondisi tubuh sehat sebelum meninggal, kaku mayat akan lambat dan lama, juga pada orang yang sebelum mati banyak makan karbohidrat, maka kaku mayat akan lambat.
  • Kegiatan Otot
Pada orang yang melakukan kegiatan otot sebelum meninggal maka kaku mayat akan terjadi lebih cepat. Pergerakan yang banyak sebelum kematian, misalnya prajurit. Demam yang tinggi, kecapaian dan suhu sekeliling yang tinggi, mempercepat terjadinya kaku mayat. Sebaliknya pada penderita yang sakit lama, kaku mayat lebih lama.
  • Gizi
Pada mayat dengan kondisi gizi jelek saat mati, kaku mayat akan cepat terjadi.
  • Usia
Pada orang tua dan anak-anak lebih cepat dan tidak berlangsung lama. Pada bayi premature tidak terjadi kaku mayat, kaku mayat terjadi pada bayi cukup bulan yaitu17,18 bulan.
  • Keadaan Lingkungan
Keadaan kering lebih lambat dari pada panas dan lembab. Pada mayat dalam air dingin, kaku mayat akan cepat terjadi dan berlangsung lama. Pada udara suhu tinggi, kaku mayat terjadi lebih cepat dan singkat, tetapi pada suhu rendah kaku mayat lebih lambat dan lama. Kaku mayat tidak terjadi pada suhu dibawah 10 derajat celcius.
  • Cara Kematian
Pada mayat dengan penyakit kronis dan kurus, kuku mayat lebih cepat terjadi dan berlangsung tidak lama. Pada mati mendadak, kaku mayat terjadi lebih lambat dan berlangsung lebih lama.
  • Waktu terjadinya rigor mortis (kaku mayat)
  • Kurang dari 3 – 4 jam post mortem : belum terjadi rigor mortis
  • Lebih dari 3 – 4 jam post mortem : mulai terjadi rigor mortis
  • Rigor mortis maksimal terjadi 12 jam setelah kematian
  • Rigor mortis dipertahankan selama 12 jam
  • Kaku mayat bisanya menetap sampai 2-3 hari, dan kemudian menghilang

3.      Livor Mortis
Livor mortis merupakan perubahan warna yang terjadi karena sel-sel darah merah mengalami hemolisis dan darah turun ke bawah, sehingga mengakibatkan lebam-lebam mayat pada bagian terbawah. Lebam mayat terbentuk bila terjadi kegagalan sirkulasi darah dalam mempertahankan tekanan hidrostatik yang menggerakan darah mencapai capillary bed dimana pembuluh–pembuluh darah kecil afferent dan efferent saling berhubung.
Adanya eritrosit di daerah yang lebih rendah akan terlihat di kulit sebagai perubahan warna biru kemerahan. Oleh karena pengumpulan darah terjadi secara pasif maka tempat–tempat di mana mendapat tekanan lokal akan menyebabkan tertekannya pembuluh darah di daerah tersebut sehingga meniadakan terjadinya lebam mayat yang mengakibatkan kulit di daerah tersebut berwarna lebih pucat.
Fenomena lebam mayat yang menetap ini sifatnya lebih bersifat relatif. Perubahan lebam ini lebih mudah terjadi pada 6 jam pertama sesudah kematian. Akan tetapi waktu yang pasti untuk terjadinya pergeseran lebam ini adalah tidak pasti, ada beberapa pendapat yaitu  Polson mengatakan “ untuk menunjukan tubuh sudah diubah dalam waktu sampai 12 jam”, sedangkan Camps memberi patokan kurang lebih 10 jam.

4.      Pembekuan darah
Pembekuan darah terjadi segera setelah penderita meninggal. Dapat pula terjadi pada masa agoni (agonal clots). Beku darah yang terjadi setelah orang meninggal disebut postmortem clot, warnanya merah elastic atau seperti agar-agar(cruor clot) dan beku darah ini tidak melekat pada dinding pembuluh darah jantung.
Bila beku darah terbentuk lambat, maka beku darah  nampak berlapis-lapis, sel darah merah karena lebih berat maka menempati lapisan terbawah disebut juga sebagai cruor clot diantara leukosit. Lapisan teratas terdiri dari plasma darah dan sedikit leukosit yang berwarna kuning disebut juga sebagai chiken fat clot. Beku darah semacam ini terdapat dalam jantung dan dapat ditemukan pada bedah mayat.

5.      Pembusukan (putrefaction) dan autolisis
Pembusukan terjadi akibat pengaruh fermen-fermen pada tubuh, jaringan mengalami autodigestion. Pada jaringan tertentu seperti mukosa lambung, kantung empedu, autolisis cepat terjadi. Karena itu biasanya tidak dapat diperoleh sediaan mikroskopik yang baik. Pada umumnya makin tinggi diferensiasi jaringan, makin cepat autolisis. Pembusukan terjadi akibat masuknya kuman saprofitik. Biasanya kuman ini berasal dari usus.
  • Secara garis besar terdapat 17 tanda pembusukan pada jenazah, yaitu:
  1. Wajah membengkak
  2. Bibir membengkak
  3. Mata menonjol
  4. Lidah terjulur
  5. Lubang hidung keluar darah
  6. Lubang mulut keluar darah
  7. Lubang lainnya keluar isinya seperti feses (usus), isi lambung, dan partus (gravid)
  8. Badan gembung
  9. Bulla atau kulit ari terkelupas
  10. Aborescent pattern / morbling yaitu vena superfisialis kulit berwarna kehijauan
  11. Pembuluh darah bawah kulit melebar
  12.  Dinding perut pecah
  13. Skrotum atau vulva membengkak
  14.  Kuku terlepas
  15.  Rambut terlepas
  16. Organ dalam membusuk
  17. Larva lalat
Autolisis adalah perlunakan dan pencairan jaringan secara spontan yang terjadi dalam tubuh setelah kematian  dalam keadaan steril melalui proses kimia yang disebabkan oleh enzim- enzim intraseluler, sehingga organ-organ yang kaya dengan enzim- enzim akan mengalami proses autilisis lebih cepat daripada organ-organ yang tidak memiliki enzim, dengan demikian pankreas akan mengalami autolisis lebih cepat dari pada jantung. Proses autolisis ini tidak dipengaruhi oleh mikroorganisme
Proses auotolisis terjadi sebagai akibat dari pengaruh enzim yang dilepaskan pasca mati. Mula-mula yang terkena adalah nukleoprotein yang terdapat pada kromatin dan sesudah itu sitoplasmanya, kemudian dinding sel akan mengalami kehancuran sebagai akibatnya jaringan akan menjadi lunak dan mencair. Autolisis mengacu pada pancernaan jaringan oleh substansi yang dilepaskan, seperti enzim dan lisosom.
Report this ad

Perubahan Post Mortem

2.1 KEMATIAN SEL
            Kematian sel(nekrosis sel)  terjadi apabila suatu rangsangan terlalu kuat dan berkepanjangan. Nekrosis sel dapat bersifat luas didalam tubuh sehingga menyebabkan kematian individu.
kematian1
Beberapa ahli mengatakan bahwa mendatarnya EEG(electroencephalogram), yang berarti berhentinya fungsi otak dapat dianggap saat kematian, tanpa menghiraukan fungsi alat tubuh lainnya. Kematian tubuh disebut juga sebagai stomatic death, adalah suatu kematian sel (nekrosis) yang terjadi secara umum. Sebab-sebab kematian sel:
  • Trauma
Terjadi apabila suatu sel tidak lagi dapat beradaptasi dengan baik terhadap rangsangan. Berat ringan trauma akan menentukan apakah sel terseut dapat pulih lagi atau terjadi kematian
  • Hipoksia lama
Hipoksia adalah penurunan konsentrasi oksigen di dalam darah. Oksigen diperlukan oleh mitokondria untuk fosforilasi oksidatif dan pembentukan ATP. Pada saat sel-sel kekurangan ATP, maka mereka tidak dapat lagi mempertahankan fungsinya.
  • Infeksi
Adalah kerusakan yang terjadi secara langsung atau tidak langsung akibat reaksi imun dan peradangan yang muncul sebagai respon terhadap mikroorganisme
  • Akibat kematian sel
Sel-sel yang mati akan mengalami pencairan atau koagulasi kemudian dibuang atau diisolasi dari jaringan yang baik oleh sel-sel imun. Apabila dapat terjadi mitosis dan daerah nekrosisnya tidak terlalu luas, maka sel-sel baru dengan jenis yang sama akan mengisi ke kosongan ruang yang ditinggalkan sel mati. Pada ruang yang kosong tersebut akan timbul jaringan parut apabila pembelahan sel tidak terjadi atau apabila daerah nekrosis terlalu luas.

2.2 PENGERTIAN POST MORTEM
  • Post mortem adalah meninggal/setelah kematian.
  • Perubahan-perubahan yang timbul setelah kematian dinamakan post mortem.

2.3 PERUBAHAN POST MORTEM
Perubahan-perubahan post mortem  ini juga dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor. Diantaranya, suhu sekitar, suhu tubuh pada saat terjadi kematian dan adanya infeksi umum.
1.      Algor Mortis
Adalah perubahan suhu badan, sehingga suhu badan menjadi kurang lebih sama dengan suhu sekitarnya. Algor mortis merupakan salah satu perubahan yang dapat kita temukan pada mayat yang sudah berada pada fase lanjut post mortem. Perubahan ini terjadi karena metabolisme yang terhenti. Terdapat dua hal yang mempengaruhi cepatnya penurunan suhu yakni:
Faktor internal
  • Suhu tubuh saat mati
Sebab kematian, misalnya perdarahan otak dan septikemia, mati dengan suhu tubuh tinggi. Suhu tubuh yang tinggi pada saat mati ini akan mengakibatkan penurunan suhu tubuh menjadi lebih cepat. Sedangkan, pada hypothermia tingkat penurunannya menjadi sebaliknya.
  • Keadaan tubuh mayat
Pada mayat yang tubuhnya kurus, tingkat penurunannya menjadi lebih cepat.
Faktor eksternal
  • Suhu medium
Semakin besar selisih suhu antara medium dengan mayat maka semakin cepat terjadinya penurunan suhu. Hal ini dikarenakan kalor yang ada di tubuh mayat dilepaskan lebih cepat ke medium yang lebih dingin.
  • Keadaan udara di sekitarnya
Pada udara yang lembab, tingkat penurunan suhu menjadi lebih besar. Hal ini disebabkan karena udara yang lembab merupakan konduktor yang baik. Selain itu, Aliran udara juga makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat
  • Jenis medium
Pada medium air, tingkat penurunan suhu menjadi lebih cepat sebab air merupakan konduktor panas yang baik sehingga mampu menyerap banyak panas dari tubuh mayat.
  • Pakaian mayat
Semakin tipis pakaian yang dipakai maka penurunan suhu mayat semakin cepat. Hal ini dikarenakan kontak antara tubuh mayat dengan suhu medium atau lingkungan lebih mudah.

2.      Rigor Mortis
Kaku mayat atau rigor mortis adalah kekakuan yang terjadi pada otot yang kadang-kadang disertai dengan sedikit pemendekan serabut otot. Rigor mortis terjadi karena penipisan ATP pada otot. Hal ini disebabkan karena terjadinya perubahan kimiawi pada protein yang terdapat pada serabut-serabut otot. Menurut Szen-Gyorgyi di dalam pembentukan kaku mayat peranan ATP adalah sangat penting. Seperti diketahui bahwa serabut otot dibentuk oleh dua jenis protein, yaitu aktin dan myosin, dimana kedua jenis protein ini bersama dengan ATP membentuk suatu masa yang lentur dan dapat berkontraksi Bila kadar ATP menurun, maka akan terjadi pada perubahan pada akto- miosin, dimana sifat lentur dan kemampuan untuk berkontraksi berkurang.
Kaku mayat mulai terdapat sekitar 2 jam post mortem dan mencapai puncaknya setelah 10-12 jam pos mortem, keadaan ini akan menetap selama 24 jam dan setelah 24 jam kaku mayat mulai menghilang sesuai dengan urutan terjadinya, yaitu dimulai dari otot-otot wajah, leher, lengan, dada, perut, dan tungkai.
Faktor-Faktor yang mempengaruhi kaku mayat:
  • Kondisi otot
  • Persediaan glikogen
Cepat lambat kaku mayat tergantung persediaan glikogen otot. Pada kondisi tubuh sehat sebelum meninggal, kaku mayat akan lambat dan lama, juga pada orang yang sebelum mati banyak makan karbohidrat, maka kaku mayat akan lambat.
  • Kegiatan Otot
Pada orang yang melakukan kegiatan otot sebelum meninggal maka kaku mayat akan terjadi lebih cepat. Pergerakan yang banyak sebelum kematian, misalnya prajurit. Demam yang tinggi, kecapaian dan suhu sekeliling yang tinggi, mempercepat terjadinya kaku mayat. Sebaliknya pada penderita yang sakit lama, kaku mayat lebih lama.
  • Gizi
Pada mayat dengan kondisi gizi jelek saat mati, kaku mayat akan cepat terjadi.
  • Usia
Pada orang tua dan anak-anak lebih cepat dan tidak berlangsung lama. Pada bayi premature tidak terjadi kaku mayat, kaku mayat terjadi pada bayi cukup bulan yaitu17,18 bulan.
  • Keadaan Lingkungan
Keadaan kering lebih lambat dari pada panas dan lembab. Pada mayat dalam air dingin, kaku mayat akan cepat terjadi dan berlangsung lama. Pada udara suhu tinggi, kaku mayat terjadi lebih cepat dan singkat, tetapi pada suhu rendah kaku mayat lebih lambat dan lama. Kaku mayat tidak terjadi pada suhu dibawah 10 derajat celcius.
  • Cara Kematian
Pada mayat dengan penyakit kronis dan kurus, kuku mayat lebih cepat terjadi dan berlangsung tidak lama. Pada mati mendadak, kaku mayat terjadi lebih lambat dan berlangsung lebih lama.
  • Waktu terjadinya rigor mortis (kaku mayat)
  • Kurang dari 3 – 4 jam post mortem : belum terjadi rigor mortis
  • Lebih dari 3 – 4 jam post mortem : mulai terjadi rigor mortis
  • Rigor mortis maksimal terjadi 12 jam setelah kematian
  • Rigor mortis dipertahankan selama 12 jam
  • Kaku mayat bisanya menetap sampai 2-3 hari, dan kemudian menghilang

3.      Livor Mortis
Livor mortis merupakan perubahan warna yang terjadi karena sel-sel darah merah mengalami hemolisis dan darah turun ke bawah, sehingga mengakibatkan lebam-lebam mayat pada bagian terbawah. Lebam mayat terbentuk bila terjadi kegagalan sirkulasi darah dalam mempertahankan tekanan hidrostatik yang menggerakan darah mencapai capillary bed dimana pembuluh–pembuluh darah kecil afferent dan efferent saling berhubung.
Adanya eritrosit di daerah yang lebih rendah akan terlihat di kulit sebagai perubahan warna biru kemerahan. Oleh karena pengumpulan darah terjadi secara pasif maka tempat–tempat di mana mendapat tekanan lokal akan menyebabkan tertekannya pembuluh darah di daerah tersebut sehingga meniadakan terjadinya lebam mayat yang mengakibatkan kulit di daerah tersebut berwarna lebih pucat.
Fenomena lebam mayat yang menetap ini sifatnya lebih bersifat relatif. Perubahan lebam ini lebih mudah terjadi pada 6 jam pertama sesudah kematian. Akan tetapi waktu yang pasti untuk terjadinya pergeseran lebam ini adalah tidak pasti, ada beberapa pendapat yaitu  Polson mengatakan “ untuk menunjukan tubuh sudah diubah dalam waktu sampai 12 jam”, sedangkan Camps memberi patokan kurang lebih 10 jam.

4.      Pembekuan darah
Pembekuan darah terjadi segera setelah penderita meninggal. Dapat pula terjadi pada masa agoni (agonal clots). Beku darah yang terjadi setelah orang meninggal disebut postmortem clot, warnanya merah elastic atau seperti agar-agar(cruor clot) dan beku darah ini tidak melekat pada dinding pembuluh darah jantung.
Bila beku darah terbentuk lambat, maka beku darah  nampak berlapis-lapis, sel darah merah karena lebih berat maka menempati lapisan terbawah disebut juga sebagai cruor clot diantara leukosit. Lapisan teratas terdiri dari plasma darah dan sedikit leukosit yang berwarna kuning disebut juga sebagai chiken fat clot. Beku darah semacam ini terdapat dalam jantung dan dapat ditemukan pada bedah mayat.

5.      Pembusukan (putrefaction) dan autolisis
Pembusukan terjadi akibat pengaruh fermen-fermen pada tubuh, jaringan mengalami autodigestion. Pada jaringan tertentu seperti mukosa lambung, kantung empedu, autolisis cepat terjadi. Karena itu biasanya tidak dapat diperoleh sediaan mikroskopik yang baik. Pada umumnya makin tinggi diferensiasi jaringan, makin cepat autolisis. Pembusukan terjadi akibat masuknya kuman saprofitik. Biasanya kuman ini berasal dari usus.
  • Secara garis besar terdapat 17 tanda pembusukan pada jenazah, yaitu:
  1. Wajah membengkak
  2. Bibir membengkak
  3. Mata menonjol
  4. Lidah terjulur
  5. Lubang hidung keluar darah
  6. Lubang mulut keluar darah
  7. Lubang lainnya keluar isinya seperti feses (usus), isi lambung, dan partus (gravid)
  8. Badan gembung
  9. Bulla atau kulit ari terkelupas
  10. Aborescent pattern / morbling yaitu vena superfisialis kulit berwarna kehijauan
  11. Pembuluh darah bawah kulit melebar
  12.  Dinding perut pecah
  13. Skrotum atau vulva membengkak
  14.  Kuku terlepas
  15.  Rambut terlepas
  16. Organ dalam membusuk
  17. Larva lalat
Autolisis adalah perlunakan dan pencairan jaringan secara spontan yang terjadi dalam tubuh setelah kematian  dalam keadaan steril melalui proses kimia yang disebabkan oleh enzim- enzim intraseluler, sehingga organ-organ yang kaya dengan enzim- enzim akan mengalami proses autilisis lebih cepat daripada organ-organ yang tidak memiliki enzim, dengan demikian pankreas akan mengalami autolisis lebih cepat dari pada jantung. Proses autolisis ini tidak dipengaruhi oleh mikroorganisme
Proses auotolisis terjadi sebagai akibat dari pengaruh enzim yang dilepaskan pasca mati. Mula-mula yang terkena adalah nukleoprotein yang terdapat pada kromatin dan sesudah itu sitoplasmanya, kemudian dinding sel akan mengalami kehancuran sebagai akibatnya jaringan akan menjadi lunak dan mencair. Autolisis mengacu pada pancernaan jaringan oleh substansi yang dilepaskan, seperti enzim dan lisosom.

Proses Dressing dan Deboning

Dressing adalah kegiatan pasca proses pemotongan ternak hewan yang berdarah, termasuk proses pengkulitan, pengeluaran isi perut/jeroan, pemotongan bagian yang tidak digunakan dan pencucian. Pemisahan kepala, kaki, kulit (karkas domba dan karkas sapi), kelebihan lemak dan jeroan (yang dapat dimakan dan tidak dapat dimakan) dipisahkan dari karkas. Dari pengertian tersebut dressing mempunyai arti mirip dengan trimming, namun hanya diterapkan pada pasca panen hasil hewani.
Dressing juga sering diidentikkan dengan istilah pengkarkasan atau kegiatan untuk memperoleh karkas. Karkas adalah bagian dari tubuh ternak sehat yang telah disembelih secara halal, dikuliti, dikeluarkan jeroan, dipisahkan kepala, kaki mulai dari tarsus/karpus ke bawah, organ reproduksi dan ambing, ekor serta lemak yang berlebih. Karkas dapat berupa karkas segar hangat (hot carcass), segar dingin (chilled carcass) atau karkas beku (frozen carcass).
Pengeluaran isi perut dikenal sebagai evisceration, adalah pembuangan isi perut diantaranya usus dan jeroan. Pada penanganan ikan tujuan pengeluaran isi perut adalah untuk menyingkirkan bagian yang menyebabkan pembusukan, yaitu bakteri dan enzim. Untuk mengeluarkan isi perut digunakan pisau yang bersih dan tajam untuk menghasilkan potongan yang bersih. Ikan dibelah dari bagian kerongkongan sampai ke saluran pembuangan, namun tidak melebihi saluran pembuangan sampai daging ekor.
Semua isi dari rongga usus harus dibuang. Untuk mempertahankan kesegaran ikan yang berada di atas geladak kapal karena sedang menunggu pelaksanaan pengeluaran isi perut, maka dapat diberikan sedikit es di atasnya untuk meminimalkan pembusukan.
Deboning
Deboning adalah kegiatan trimming yang bertujuan untuk memisahkan bagian tulang dari daging. Deboning dilakukan pada hasil hewani dan ikan. Pada pengolahan ikan pemisahan tulang identik dengan proses fileting, yaitu memisahkan daging ikan dari tulangnya sehingga diperoleh produk filet ikan. Proses deboning biasanya dilakukan dengan menggunakan mesin pencabut tulang (deboning machine). Bila cara pencabutannya menggunakan cara manual, maka pertama-tama bahan baku difilet, kemudian dipotong menjadi persegi (cube) sebesar 5 mm dengan menggunakan pisau.
Gambar deboning machine dapat dilihat pada Gambar berikut.
image
Gambar 27. Pemmisahan daging ikan dari tulang ikan menggunakan deboning machine
Pengeprisan pada komoditas umbi-umbian dilakukan dengan menghilangkan bagian tanaman dan akar-akar yang menempel pada umbi, misalnya pada wortel dan talas. Pengeprisan pada sayur-sayuran biasanya dilakukan untuk sayuran daun yang berbentuk krop dengan cara membuang bagian terluar pada jenis kol, lettuce dan sejenisnya. Kriteria daun yang ditrimming adalah 2-3 daun bagian luar , daun berlubang (bekas gigitan serangga dan hama), daun yang layu atau berwarna kuning serta daun yang rusak karena kesalahan proses pemanenan dan penggangkutan.
Seperti halnya dengan komoditas lain, akar juga pembawa kotoran berupa tanah ataupun kompos.
image
Proses kemunduran mutu ikan setelah mati mengalami fase Pre rigor, fase Rigor Mortis dan fase Post Rigor.
1. Fase Pre rigor
Tahap pre rigor ditandai dengan jaringan daging ikan yang masih lembut dan lentur serta adanya lapisan bening di sekeliling tubuh ikan yang terbentuk oleh peristiwa pelepasan lendir dan kelenjar bawah kulit. Proses pre-rigor di pengaruhi oleh daerah tangkap, cara penangkapan, feedy dan umur Perubahan-perubahan Ikan Setelah ikan mati hyperaemia. Hyperaemia merupakan proses terlepasnya lendir dari kelenjar yang ada di dalam kulit. Proses selanjutnya membentuk lapisan bening yang tebal di sekeliling tubuh ikan. Pelepasan lendir dari kelenjar lendir, akibat dari reaksi khas suatu organisme. Lendir tersebut terdiri dari gluko protein dan merupakan substrat yang baik bagi pertumbuhan bakteri.
2. Fase Rigor Mortis
Rigor mortis terjadi setelah cadangan energi otot sudah habis atau tidak mampu lagi mempergunakan energi. Rigor mortis berkaitan dengan semakin habisnya ATP otot. Fase rigor mortis yaitu fase dimana tubuh ikan menjadi kaku ( kejangnya ) tubuh ikan setelah ikan mati. Mengejangnya tubuh ikan setelah mati di akibatkkan oleh proses biokimia yang kompleks dalam jaringan tubuh yang mengakibatkan konsentrasi dengan ketegangan. Rigor mortis di sebabkan oleh otot-otot daging bergaris melintang serta jaringan ikatannya yang berkonsentrasi. Pada fase ini ditandai ikan menjadi lemas kembali . Lembeknya daging Ikan disebabkan aktivitas enzim yang semakin meningkat sehingga terjadi pemecahan daging ikan yang selanjutnya menghasilkan substansi yang baik bagi pertumbuhan bakteri. Bacterial decomposition (dekomposisi oleh bakteri) Pada fase ini bakteri terdapat dalam jumlah yang banyak sekali, sebagai akibat fase sebelumnya,. Aksi bakteri ini mula-mula hampir bersamaan dengan autolysis, dan kemudian berjalan sejajar. Bakteri menyebabkan ikan lebih rusak lagi, bila dibandingkan dengan autolisis. Bakteri adalah jasad renik yang sangat kecil sekali, hanya dapat dilihat dengan mikroskop yang sangat kuat dan tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Jenis-jenis bakteri tersebut adalah: Pseudomonas, Proteus Achromobacter, Terratia, dan Elostridium. Selama ikan masih dalam keadaan segar, bakteri-bakteri tersebut tidak mengganggu. Akan tetapi jika ikan mati, suhu badan ikan menjadi naik, mengakibatkan bakteri bakteri tersebut segera menyerang. Segera terjadi pengrusakan jaringan-jaringan tubuh ikan, sehingga lama kelamaan akan terjadi perubahan komposisi daging.
3. Fase Post rigor
Pada saat fase post rigor, kondisi daging ikan yang membusuk sudah tidak kenyal dan kulit ikan mengeras.
Semakin lamanya daging terpapar semakin banyak kontaminan mikrobia di dalamnya. pada fase ini daging akan kembali lunak dikarenakan peranan enzim katepsin yang membantu pemecahan protein aktomiosin menjadi protein sederhana. daging pada fase post rigor baik utnuk diolah karena tekstur daging sudah kembali melunak, namun pengolahan daging harus dilakukan sesegera mungkin untuk menghindari kontaminasi mikrobia semakin banyak dan terjadinya perubahan ke arah penurunan mutu terhindari.
Pemaparan daging lebih lanjut akan menjadikan daging semakin mengalami penurunan mutu. daging akan menjadi lembek dan menghasilkan aroma busuk. kebusukan pada daging disebabkan oleh pemecahan protein menjadi protein sederhana yang menyisakan gugus amino (alkali) dan sulfur yang merupakan senyawa yang menyebabkan timbulnya bau busuk pada daging.