Biale dalam Nurlaela (1996) mengklasifikasikan buah dalam dua kategori, berdasarkan laju respirasi sebelum pemasakan, yaitu klimaterik dan nonklimaterik.
Buah klimaterik mempunyai peningkatan atau kenaikan laju respirasi sebelum pemasakan, sedangkan buah non klimaterik tidak menunjukan adanya kenaikan laju respirasi. Contohnya meliputi pisang, mangga, pepaya, advokad, tomat, sawo, apel ,dan sebagainya.
Buah non-klimaterik menghasilkan sedikit etilen dan tidak memberikan respon terhadap etilen kecuali dalam hal degreening (penurunan kadar klorofil) pada jeruk dan nanas. Contohnya semangka, jeruk, nenas, anggur, ketimun, dan sebagainya.
Buah klimaterik menghasilkan lebih banyak etilen pada saat matang dan mempercepat serta lebih seragam tingkat kematangannya pada saat pemberian etilen (Febrianto, 2009).
Untuk membedakan buah klimaterik dari buah non-klimaterik adalah responnya terhadap pemberian etilen yang merupakan gas hidrokarbon yang secara alami dikeluarkan oleh buah-buahan dan mempunyai pengaruh dalam peningkatan respirasi. Buah non-klimaterik akan bereaksi terhadap pemberian etilen pada tingkat manapun baik pada tingkat pra-panen maupun pasca panen. Sedangkan buah klimakterik hanya akan mengadakan reaksi respirasi bila etilen diberikan dalam tingkat pra klimakterik dan tidak peka lagi terhadap etilen setelah kenaikan respirasi dimulai. (Pantastico, 1993).
Buah klimaterik ditandai dengan peningkatan CO2 secara mendadak, yang dihasilkan selama pematangan. Klimaterik adalah suatu periode mendadak yang khas pada buah-buahan tertentu, dimana selama proses tersebut terjadi serangkaian perubahan biologis yang diawali dengan proses pembentukan etilen, hal tersebut ditandai dengan terjadinya proses pematangan. (Syarief dan Irawati, 1988).
Awal respirasi klimaterik diawali pada fase pematangan bersamaan dengan pertumbuhan buah sampai konstan. Biasanya laju kerusakan komoditi pasca panen berbanding langsung dengan laju respirasinya, walaupun tidak selalu terdapat hubungan konstan antara kapasitas etilen yang dihasilkannya dengan kemampuan rusaknya suatu komoditi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar